Mengenal PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)
Definisi PTSD (Post Traumatic Stress Disorder)
Secara umum pengertian trauma berkaitan dengan cedera fisik, kerusakan jaringan, luka atau shock. Sedangkan trauma secara psikologis diartikan sebagai kecemasan hebat dan mendadak akibat peristiwa di lingkungan seseorang yang melampaui batas kemampuannya untuk bertahan, mengatasi atau menghindar (Nevid,2005). Dengan demikian, PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas autonomik, kerentanan emosional, dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih setelah stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa. National Institute of Mental Health (NIMH) mendefinisikan PTSD sebagai gangguan berupa kecemasan yang timbul setelah seseorang mengalami peristiwa yang mengancam keselamatan jiwa atau fisiknya. Peristiwa trauma ini bisa berupa serangan kekerasan, bencana alam yang menimpa manusia, kecelakaan, atau perang (Nevid, 2005). lebih jelasnya, Peristiwa traumatis yang dapat memicu PTSD antara lain perang, kecelakaan, bencana alam, dan pelecehan seksual.
Dengan demikian PTSD dapat meliputi kondisi yang muncul setelah pengalaman luar biasa mencekam, mengerikan dan mengancam jiwa seseorang, misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, sexual abuse, atau perang. Secara umum gejala-gejala yang sering dialami korban PTSD adalah sebagai berikut:
- Pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu, ada flashback (merasa seolah-olah peristiwa yang menyedihkan terulang kembali), nightmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan
- Penghindaran stimuli yang diasosiasikan dengan pengalaman traumatik Psympathic, atau mati rasa dalam responsivitas. Seseorang yang mengalami trauma menghindari untuk berpikir tentang trauma atau tentang stimulus yang mengingatkan pada kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan, dan ketidakmampuan untuk merasakan berbagai emosi positif.
- Ketegangan yang meningkat, ditunjukkan dengan susah tidur atau mempertahankan tidur, mudah marah atau tidak dapat mengendalikan marah, sulit berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebih, respon kejut yang berlebihan atas segala sesuatu (Nevid, 2005).
Perbedaan ASD dengan PTSD
Beberapa peristiwa besar yang terjadi atau yang dialami dalam kehidupan seseorang, baik peristiwa yang menyenangkan maupun yang menimbulkan perasaan yang tidak menyenangkan, akan memberikan perubahan pada kehidupan individu sebagai akibat yang dialaminya. Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan stres. Stres yang dialami dapat menimbulkan adanya tekanan atau tuntutan yang dialami individu agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri. Stres berimplikasi secara luas pada masalahmasalah fisik maupun psikologis. Efek dari stres dapat menimbulkan gangguan penyesuaian yang menyangkut reaksi maladaptif terhadap stres. Pada gangguan penyesuaian, individu mempunyai kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan stresor dalam hidup, seperti masalah pekerjaan, perceraian, penyakit kronis, atau rasa duka cita yang mendalam setelah mengalami kehilangan. Kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan stres akut (acute stress disorder/ASD). ASD adalah suatu reaksi maladaptif yang terjadi pada bulan pertama sesudah pengalaman traumatis.
Sedangkan gangguan stres pascatrauma (post traumatic stress disorder/PTSD) adalah reaksi maladaptif yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman traumatis. Berlawanan dengan ASD, PTSD kemungkinan berlangsung berbulan-bulan, bertahun-tahun, dan mungkin baru muncul setelah beberapa tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwaperistiwa traumatis. Kedua tipe gangguan ini terdapat pada orang-orang yang telah menjadi saksi dari hancurnya rumahrumah dan lingkungan hidup mereka oleh bencana alam, seperti banjir, gempa bumi, tornado, dan sebagainya. Pada ASD dan PTSD peristiwa traumatis tersebut melibatkan kematian atau ancaman kematian atau cedera fisik yang serius, atau ancaman terhadap keselamatan diri sendiri atau orang lain. Respon terhadap ancaman tersebut mencakup perasaan takut yang intens, perasaan tidak berdaya, atau perasaan resa ngeri (horor).
Meskipun kebanyakan orang yang mempunyai pengalaman traumatis sampai pada taraf tertentu mengalami distres psikologis, tidak semua korban trauma mengembangkan ASD atau PTSD. Ciri-ciri reaksi stres ASD dan PTSD mempunyai banyak ciri dan simtom yang sama, beberapa ciri yang sama adalah mengalami kembali peristiwa traumatis, menghindari petunjuk atau stimuli yang diasosiasikan dengan peristiwa tersebut, mati rasa dalam responsivitas secara umum atau dalam segi emosional, gangguan fungsi atau distres emosional yang penting. Sedangkan perbedaan utama antara kedua gangguan tersebut adalah pada ASD penekanannya ada pada disosiasi, yaitu perasaan asing terhadap diri sendiri atau terhadap lingkungannya. Individu yang mengalami gangguan stres akut mungkin merasakan dunia ini seolaholah sebagai suatu tempat dalam mimpi atau suatu tempat yang tidak nyata. Dalam gangguan stres akut (ASD), individu mungkin juga tidak dapat melaksanakan tugas-tugas yang perlu, seperti misalnya mendapatkan bantuan medis atau bantuan hukum yang diperlukan (Nevid, 2005).
Diagnosis PTSD
Gejala yang dialami pasien dan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tahu apakah gejala yang dialami pasien disebabkan oleh penyakit fisik. Jika penyakit fisik tidak ditemukan, pasien akan dirujuk ke dokter spesialis kejiwaan atau psikiater. Seseorang baru dapat dikatakan menderita PTSD bila memiliki riwayat mengalami kondisi atau pristiwa berikut sebelum gejala muncul:
- Mengalami peristiwa traumatis secara langsung.
- Menyaksikan peristiwa traumatis yang menimpa orang lain.
- Mendengar bahwa orang terdekat mengalami peristiwa traumatis.
- Berulang kali terbayang pada kejadian traumatis secara tidak sengaja.
Untuk dikategorikan sebagai PTSD, gejala yang dialami pasca peristiwa traumatis harus berlangsung selama satu bulan atau lebih. Gejala juga harus mengganggu aktivitas sehari-hari, terutama dalam hubungan sosial dan pekerjaan.
Gangguan stres pascatrauma (PTSD), berdasarkan Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders III-Revised (DSM III-R), dapat memperlihatkan kondisi traumatik seseorang adalah sebagai berikut :
- Orang yang mengalami peristiwa luar biasa, dan dirasa amat menekan semua orang. Peristiwa traumatik itu secara menetap dapat dialami melalui cara teringat kembali peristiwa secara berulang dan sangat mengganggu, mimpi yang berulang tentang peristiwa yang membebani pikiran, perasaan atau tindakan mendadak seolaholah peristiwa traumatik itu terjadi lagi, tekanan jiwa yang amant sangat karena terpaku pada peristiwa yang melambangkan atau menyerupai traumatiknya.
- Pengelakan yang menetap terhadap rangsang yang terkait dengan trauma atau kelumpuhan yang bereaksi terhadap situasi umum (yang tidak ada sebelum trauma itu). Keadaan ini paling tidak dapat ditunjukkan dengan sedikitnya 3 (tiga) dari keadaan yang berupa: upaya untuk mengelak terhadap gagasan atau perasaan yang terkait dengan trauma itu, upaya untuk mengelak dari kegiatan atau situasi yang menimbulkan ingatan terhadap trauma itu, ketidakmampuan untuk mengingat kembali aspek yang penting dari trauma, minat yang sangat berkurang terhadap kegiatan yang penting, rasa terasing dari orang lain, kurangnya afeksi, dan merasa tidak mempunyai masa depan.
- Gejala meningginya kesiagaan yang menetap (tidak ada sebelum adanya trauma) dengan ditunjukkan oleh 2 (dua) dari gejala : sulit masuk fase tidur atau mempertahankan tidur yang cukup, iritable atau mudah marah, sulit berkonsetrasi, amat siaga, reaksi kejut (kaget) yang berlebihan, reaksi rentan faali saat menghadapi peristiwa yang melambangkan atau menyerupai aspek dari peristiwa traumatik.
- Jangka waktu gangguan itu (gejala pada kriteria ke-2, ke-3 dan ke-4) sedikitnya 1 bulan.
Gangguan PTSD yang dialami individu akan berdampak pula pada kehidupan sosial. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut :
- PTSD memiliki gejala yang menyebabkan gangguan, umumnya gangguan tersebut adalah panic attack (serangan panik), perilaku menghindar, depresi, merasa disisihkan dan sendiri, merasa tidak percaya dan dikhianati, mudah marah, mengalami gangguan yang berarti dakan kehidupan sehari-hari.
- Panic attack (serangan panik), khususnya pada anak atau remaja yang mempunyai pengalaman trau-matik dapat mengalami serangan panik ketika dihadapkan atau menghadapi pada sesuatu yang mengingatkan mereka pada trauma. Serangan panik meliputi perasaan yang kuat atas ketakutan atau tidak nyaman yang menyertai gejala fisik dan psikologis. Gejala fisik meliputi jantung berdebar-debar, berkeringat, gemetar, sesak nafas, sakit dada, sakit perut, merasa kedinginan, badan panas, mati rasa.
- Perilaku menghindar. Salah satu gejala PTSD adalah menghindari halhal yang dapat mengingatkan penderita pada kejadian traumatis. Kadang-kadang penderita mengaitkan semua kejadian dalam kehidupannya setiap hari dengan trauma, padahal kondisi kehidupan sekarang jauh dari kondisi trauma yang pernah dialami. Hal ini sering menjadi lebih parah sehingga penderita menjadi takut untuk keluar rumah dan harus ditemani oleh orang lain jika harus ke luar rumah.
- Depresi. Banyak orang menjadi depresi setelah mengalami peng-alaman traumatik dan menjadi tidak tertarik dengan hal-hal yang disenanginya sebelum peristiwa trauma. Penderita mengembangkan perasaan yang tidak benar, perasaan bersalah, menyalahkan diri sendiri dan merasa bahwa peristiwa yang dialaminya merupakan kesalahannya, walaupun semua itu tidak benar.
- Memiliki pemikiran negatif. Kadangkadang orang yang sedang mengalami depresi merasakan bahwa kehidupannya sudah tidak berharga. Hasil penelitian menjelaskan bahwa 50% korban kejahatan mempunyai pikiran untuk bunuh diri.
- Merasa diri disisihkan. Penderita PTSD memerlukan dukungan dari lingkungan sosialnya tetapi mereka seringkali merasa sendiri dan terpisah. Perasaan yang demikian tersebut, umumnya penderita mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain dan mendapatkan per-tolongan. Penderita sulit untuk percaya bahwa orang lain dapat memahami apa yang ia telah alami.
- Merasa dirinya tidak percaya dan perasaan dikhianati. Setelah mengalami pengalaman yang menyedihkan, penderita mungkin kehilangan kepercayaan pada terhadap orang lain dan merasa dikhianati atau ditipu oleh lingkungan disekitarnya, atau oleh nasib, atau oleh Tuhan.
- Perasaan marah dan mudah tersinggung. Marah dan mudah tersinggung adalah reaksi yang umum diantara penderita trauma. Marah adalah suatu reaksi yang wajar dan dapat dibenarkan. Bagaimanapun, kemarahan yang berlebihan dapat mempengaruhi proses penyembuhan dan menghambat penderita untuk berinteraksi dengan orang lain.
- Gangguan yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa penderita PTSD mempunyai beberapa gangguan yang terkait dengan fungsi sosial dan gangguan di sekolah dalam jangka waktu yang lama setelah trauma. Seorang korban kejahatan mungkin menjadi sangat takut untuk ditinggal sendirian. Penderita mungkin kehilangan kemampuannya dalam berkonsentrasi dan melakukan tugasnya di sekolah. Bantuan perawatan pada penderita sangat penting agar permasalahan tidak berkembang lebih lanjut.
- Persepsi dan kepercayaan yang aneh. Adakalanya seseorang yang telah mengalami trauma yang menyakitkan, seringkali untuk sementara dapat mengembangkan ide atau persepsi yang aneh, misalnya percaya bahwa dirinya bisa melihat atau berkomunikasi dengan orang-orang yang sudah meninggal. Walaupun gejala ini menakutkan, menyerupai halusinasi dan hayalan, gejala ini bersifat sementara dan dapat hilang dengan sendirinya.
Penyebab PTSD
PTSD bisa muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang menakutkan atau mengancam nyawa. Belum diketahui secara pasti mengapa peristiwa tersebut menyebabkan PTSD bagi sebagian orang. Namun, ada dugaan bahwa penyebabnya adalah kombinasi dari sejumlah kondisi berikut:
- Pengalaman yang tidak menyenangkan.
- Riwayat gangguan mental pada keluarga.
- Kepribadian bawaan yang temperamen.
Peristiwa yang diketahui paling sering memicu PTSD meliputi:
- Perang.
- Kecelakaan.
- Bencana Alam.
- Perundungan (bullying).
- Kekerasan fisik.
- Pelecehan seksual.
- Prosedur medis tertentu, seperti operasi.
- Penyakit yang mengancam nyawa, misalnya serangan jantung.
Faktor Risiko PTSD
Setiap orang bisa terserang PTSD setelah menyaksikan atau mengalami kejadian tragis. Akan tetapi, PTSD lebih berisiko terjadi pada seseorang yang memiliki sejumlah faktor risiko berikut:
- Kurang mendapat dukungan dari keluarga dan teman.
- Menderita kecanaduan alkohol atau penyalahgunaan NAPZA.
- Menderita gangguan mental lain, misalnya gangguan kecemasan.
- Memiliki keluarga dengan riwayat gangguan mental, seperti depresi.
- Mendapat pengalaman traumatis sebelumnya, misalnya dirundung (bullying) pada masa kecil.
- Memiliki pekerjaan tertentu, misalnya tentara atau relawan medis di daerah perang.
Pengobatan PTSD
Pengobatan PTSD bertujuan untuk meredakan respons emosi pasien dan mengajarkan pasien cara mengendalikan diri dengan baik ketika teringat pada kejadian traumatis. Metode pengobatan yang dilakukan meliputi:
Psikoterapi
Merupakan pilihan pertama dalam mengatasi PTSD. Jika gejala yang dialami pasien tergolong parah, dokter akan menggabungkan psikoterapi dan obat-obatan.
Psikoterapi dapat dilakukan secara individual atau berkelompok dengan pasien PTSD lain. Ada beberapa jenis psikoterapi yang biasanya digunakan untuk mengatasi PTSD, yaitu:
- Terapi perilaku kognitif, untuk mengenali dan mengubah pola pikir pasien yang negatif menjadi positif.
- Terapi eksposur, untuk membantu pasien menghadapi keadaan dan ingatan yang memicu trauma secara efektif.
- Eye movement desensitization and reprocessing (EMDR), yaitu kombinasi terapi eksposur dan teknik gerakan mata untuk mengubah respons pasien saat teringat kejadian traumatis.
Obat-obatan
Dokter akan memberikan obat-obatan untuk mengatasi gejala PTSD. Obat yang diberikan tergantung pada gejala yang dialami pasien, antara lain:
- Antidepresan, untuk mengatasi depresi, seperti sertraline dan paroxetine.
- Anticemas, untuk mengatasi kecemasan.
- Prazosin, untuk mencegah mimpi buruk.
Dokter akan meningkatkan dosis obat bila tidak efektif dalam mengatasi gejala. Namun, jika terbukti efektif, obat-obatan akan terus diberikan setidaknya sampai 1 tahun. Kemudian, pengobatan akan dihentikan secara bertahap.
Komplikasi PTSD
PTSD bisa mengganggu kehidupan penderitanya, baik di lingkup keluarga atau pekerjaan. Selain itu, penderita PTSD juga berisiko menderita gangguan mental lain, seperti:
- Depresi
- Gangguan makan
- Gangguan kecemasan
- Ketergantungan alkohol
- Penyalahgunaan NAPZA
Penderita PTSD juga lebih berkemungkinan memiliki keinginan untuk melukai diri sendiri bahkan bunuh diri.
Pencegahan PTSD
PTSD tidak bisa dicegah, tapi ada beberapa cara yang dapat dilakukan bila Anda mengalami kejadian traumatis, misalnya:
- Bicara kepada keluarga, teman, atau terapis mengenai kejadian traumatis yang Anda alami.
- Coba untuk fokus pada hal yang positif, termasuk ketika mengalami peristiwa traumatis. Sebagai contoh, merasa bersyukur bisa selamat dari kecelakaan yang dialami.

Komentar
Posting Komentar